Links

Senin, 12 Mei 2014

Gatal (Sebuah cerpen)




Gatal sedang melanda kulit isteri Tukijo. Bintik-bintik dan merah warnanya. Entah apa penyebabnya, yang pasti penyakit itu berhasil menambah kesibukan isterinya. Sibuk garuk sana-sini. Digaruk disini, yang sana jadi ngiri. Digaruk yang sana, sini nggak mau ngalah. Tukijo jadi bingung sendiri melihat tingkah si isteri yang  makin aneh itu.
“Kenapa toh dik, kok segitu amat garuk-garuknya?” tanya Tukijo suatu hari saat isteri sedang memasak di dapur.
“Ih, mas ini memang nggak bisa ngerti kalau nggak ngerasain sendiri.” Jawab isterinya ketus sambil terus menggaruk-garuk.
“Lho ya, kalau aku perhatikan kok repot amat. Sebentar-sebentar garuk. Itu lagi ngirisin tempe ntar ikut kena garuk lagi.”

Selembar Daun Pintu (Sebuah cerpen)




Malam baru hendak dimulai ketika Tukijo merambati  kata  demi  kata kalam Allah. Tukijo memang bukan seorang yang tergolong mumpuni dalam hal ilmu agama. Pengetahuan tentang agamanya sebatas diperoleh dari guru mengajinya di surau saat kecil. Selebihnya dari buku bacaan. Namun begitu ia tidak memungkiri bahwa betapa mendekatkan diri pada Tuhan adalah suatu keperluan. Di sana ada ketentraman yang sulit dipadankan dengan kata. Ia tidak lagi dirasa wajib, tapi butuh. Apapun persoalannya itu, kalau menyangkut soal kebutuhan, meninggalkannya adalah kehampaan.